Kisah 10 Tahun Lebih Pep Guardiola Gagal Di Liga Champions
Penantian panjang Pep Guardiola untuk merebut Liga Champions akhirnya harus tertunda, setelah Manchester City tersingkir dramatis di babak semifinal oleh Real Madrid.
Sekarang, sudah hampir satu dekade pria plontos asal Spanyol itu puasa gelar Liga Champions, sejak terakhir kali ia mengalami kesuksesan Liga Champions pada debut awalnya melatih. Berikut adalah kisah nasib perjalanan karir Pep Guardiola di Liga Champions bersama 3 klub berbeda.
Barcelona (2008 – 2012)
Barcelona di musim panas 2008/09 secara mengejutkan menunjuk legendanya, Josep Guardiola sebagai pelatih. Minim pengalaman melatih di level senior, Pep dipercaya Laporta melanjutkan pondasi apik yang ditinggalkan Frank Rijkaard.
Debutnya di Liga Champions berjalan mulus dari awal. Meskipun bukan tim unggulan dan harus memulai dari kualifikasi, tim Pep mampu menjadi juara grup dan melenggang ke fase berikutnya. Menyingkirkan Lyon dan Munchen di babak 16 besar dan perempatfinal dengan agregat yang meyakinkan, Pep dinanti Chelsea di semifinal.
Gol dramatis Iniesta di menit akhir mengantarkan tim Pep menuju final di Olimpico Roma melawan United. Gol dari Eto’o dan Messi cukup untuk membuat Blaugrana asuhan Pep mengalahkan pasukan Sir Alex, dan menjadi kampiun di Roma. Gelar pertama yang indah bagi karir Pep sebagai pelatih.
Musim berikutnya 2009/10 langkah Pep di Liga Champions bersama Barcelona terhenti di semifinal. Adalah Jose Mourinho bersama Inter dengan kontra strateginya yang mampu menjegal pasukan Pep. Strategi parkir bus ala Mourinho ketika itu dapat menjegal permainan tiki-takanya.
Belajar dari kegagalan musim lalu, di musim 2010/11, Pep membangun pola baru permainan Barcelona dengan mengeksplorasi strategi tanpa striker murni atau false nine. Permainan indah tiki-taka mengantarkan pasukan Pep sekali lagi ke partai puncak, dan harus menghadapi Manchester United untuk kedua kalinya. Partai seru di Wembley tersebut mampu kembali ditaklukan oleh Pep dengan skor 3-1 untuk Barca. Itu merupakan gelar kedua Pep di Liga Champions
Bayern Munchen (2013-2016)
Karier Pep setelah pergi dari Barca, ia datang ke tanah Jerman bersama penguasa Bundesliga, Bayern Munchen yang baru saja mengalami momen indah bersama pelatih sebelumnya, Jupp Heynckes. Di Liga Champions musim pertamanya bersama The Bavarian musim 2013/14, Pep seakan ingin menunjukan kehebatannya ketika mampu mengantarkan Barcelona dua kali sukses mengangkat Si Kuping Besar itu.
Namun musim pertamanya di Jerman, ia hanya berhasil mengantarkan The Bavarians sampai ke babak semifinal. Setelah di babak semifinal pasukan Pep dicabik-cabik pasukan Madrid di bawah Carlo Ancelotti dengan skor agregat telak 5-0. Era permainan tiki-taka ala Pep yang diterapkan di Bayern tampaknya sudah mulai terbaca ketika itu.
Di musim 2014/15, pasukan Munchen di bawah Pep berubah. Lewandowski dan Xabi Alonso menjadi katalisator permainan indah ala Pep dan juga perubahan posisi pemain seperti Philipp Lahm yang difungsikan menjadi pemain tengah dari sebelumnya bek kanan mewarnai musim Munchen ketika itu.
Namun, asa Pep merengkuh sukses di Liga Champions harus kembali terhenti di babak semifinal. Kali ini adalah mantan klub sekaligus klub kesayangannya sendiri, Barcelona yang menjegalnya. Masterclass dari trio Messi, Suarez,dan Neymar tak mampu dibendung pasukan Pep. Munchen kalah agregat 5-3.
Belajar dari kegagalan di dua musim lalu yang hanya sampai semifinal, Pep seperti menggebu-nggebu dan makin penasaran di musim ketiganya bersama Munchen. Musim 2015/16, Munchen bersama Pep kembali harus menelan pil pahit. Hattrick semifinal pun tak terhindarkan.
Mereka sekali lagi gagal ke final setelah takluk dari klub Spanyol lainnya, Atletico Madrid dengan kalah agresivitas gol tandang. Strategi Pep kembali mentah di tangan kontra strateginya yakni negative football-nya Diego Simeone.
Manchester City (2016/2017)
Musim 2016/17 adalah musim baru Pep dengan jubah baru yakni Manchester City. Di bawah pemilik Uni Emirat Arab, Pep yang ditunjuk sebagai pelatih baru diharapkan mampu membawa mental Liga Champions bagi skuad Manchester City.
Musim pertama bersama City dengan merombak total beberapa pembelanjaan, pasukan Pep hanya mampu sampai babak 16 besar setelah dikandaskan AS Monaco dengan agregat skor 6-6, kalah agresivitas gol tandang. Banyaknya gol yang tercipta dan bersarang ke gawang City, menandakan bahwa skuad Manchester Biru masih butuh banyak belajar akan mental Liga Champions dari Pep, terutama mempertahankan keunggulan dengan sistem agregat.
Musim keduanya di 2017/18 menjadi pembelajaran kesekian kalinya bagi Pep. Di Liga Champions langkah pasukan Pep makin berbenah, dan menunjukan peningkatan. Kali ini mereka berhasil melangkah ke babak perempat final. Akan tetapi naas, pasukan Pep kembali tersingkir, kali ini disingkirkan oleh sesama wakil dari Inggris, Liverpool dengan agregat telak 5-1.
Kembali bertahan di City pada musim ketiganya, rasa penasaran terhadap gelar Liga Champions pun kini dianggap seperti hal yang bisa bagi Pep. Musim 2018/19 bersama metronom Kevin De Bruyne, David Silva maupun Aguero, pasukan Pep kembali kandas di perempat final, oleh wakil Inggris lainnya, Tottenham Hotspur. City kandas kembali karena agresivitas gol tandang seperti yang pernah ia alami di 2016/17 melawan Monaco.
Cerita hattrick kembali terulang di musim keempat Pep bersama City di 2019/20. Ketika hattrick semifinal berturut pernah dia rasakan bersama Munchen, kini giliran hattrick perempat final berturut dirasakan Pep bersama City. Usai tersingkir untuk ketiga kalinya, kali ini dari wakil Prancis, Lyon dengan skor 3-1.
Memasuki musim 2020/21, manajemen sudah kadung percaya kepada proses Pep untuk membawa City ke tingkat yang lebih tinggi di Liga Champions. Proses itu terbukti nyata ketika langkah City di Liga Champions musim tersebut bisa dibilang menemui titik cerah.
Menjadi juara grup dan menyingkirkan duo jerman Monchengladbach dan Dortmund di 16 besar dan perempat final dengan agregat yang meyakinkan. Langkah City di bawa Pep ke fase semifinal.
Bertemu tim kaya baru lainnya PSG, pasukan Pep berhasil mengatasinya dengan agregat yang meyakinkan juga. Pep akhirnya meraih asa dan harapan tertinggi untuk kembali tampil di partai puncak Liga Champions setelah terakhir dirasakannya pada tahun 2011 silam.
Nasib berbeda dialami Pep ketika di final kali ini. City harus merelakan gelar kepada wakil Inggris lainnya, Chelsea setelah kalah tipis 1-0 di final. Seakan bagai kutukan, Pep kembali tidak berhasil merengkuh trofi itu.
Tidak mau menyerah, di musim 2021/22 Pep menatap Liga Champions sebagai mantan finalis musim lalu dan berharap tuah di musim selanjutnya. Menjadi juara grup di atas PSG, langkah City mulus menyingkirkan Sporting dan Atletico Madrid di 16 besar dan perempat final dengan clean sheet.
City bersama Pep menatap semifinal dengan penuh percaya diri ketika bertemu Real Madrid. Namun, seolah kutukan kembali menghampiri Pep, City pun harus kalah dramatis di perpanjangan waktu oleh Madrid dengan agregat tipis 6-5. Pep kembali harus kehilangan mimpinya juara Liga Champions, setelah terakhir melakukannya pada 2011 lalu bersama Barcelona.